Kamis, 06 September 2012

"KSU Mitra CahayaQu Syariah"

Alhamdulilah sekarang sudah ada koperasi Syariah Yaitu "KSU Mitra CahayaQu Syariah" yang anda semua bisa menabung dan menanamkan modal dan insyaa ALLAH menghindari transaksi berbagai bentuk Riba karna "KSU Mitra CahayaQu Syariah" bersifat Koperasi Syariah.

"KSU Mitra CahayaQu Syariah" merupakan penggabungan dari sistem PerBANKan dari segi konsep penerimaan dananya, dan PELAKU USAHA Sektor Riil dari segi konsep penyaluran dananya, Kini saatnya menabung sambil menanam modal...

di bawah ini akan di jelaskan sekilas tentang   "KSU Mitra CahayaQu Syariah"

"KSU Mitra CahayaQu Syariah" MENITI PERNIAGAAN SESUAI PEMAHAMAN SALAFUL UMMAH

"KSU Mitra CahayaQu Syariah" adalah badan usaha yang berbentuk Koperasi Jasa Keuangan Syari'ah yang didirikan pada tanggal 5 Muharram 1433 H ber-ketepatan dengan tanggal 2 Januari 2012 dengn Akta Pendirian nomor: 03 tanggal 23 April 2012 Notaris Theodora MAPD, S.H, dengan pengesahan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor: 518/12/BH/Dis-KUKM tanggal 7 Mei 2012
"KSU Mitra CahayaQu Syariah" adalah penggabungan sistem perbankan dengan pelaku usaha sektor riil, yang insyaa ALLAH menjalankan perniagaan yang benar, dengan menerima penanaman modal dari para shohibul maal dan menggunakan dana tersebut dalam berbagai sektor usaha riil yang di jalankan langsung oleh "KSU Mitra CahayaQu Syariah" mulai dari sektor perdagangan barang, jasa, sampai sektor pabrikasi. "KSU Mitra CahayaQu Syariah" insyaa ALLAH lebih berhati-hati dalam menerapkan muamalahnya sehingga hasil yang didapatkan lebih optimal.

Visi dan Misi "KSU Mitra CahayaQu Syariah"

VISI "KSU Mitra CahayaQu Syariah"

Insyaa ALLAH, ber-azam dalam bermuamalah sesuai dengan Al-qur'an dan Assunnah serta pemahaman para sahabat radiallohu anhum ajma'in.

MISI "KSU Mitra CahayaQu Syariah"

* Insyaa ALLAH menghindari transaksi berbagai bentuk Riba
* PENGGABUNGAN sistim PerBANKan dengan PELAKU USAHA Sektor Riil
* Penyebaran Jenis Usaha, lebih dari 50 unit usaha insyaa ALLAH sedang dan segera dijalankan
* Mengutamakan Keamanan Usaha, kemudian Kesinambungan; Perputaran; Tingkat Keuntungan

Produk "KSU Mitra CahayaQu Syariah"
1. Tabungan Wadiah
2. Penanaman Modal "KSU Mitra CahayaQu Syariah"
3. Kerja Sama"KSU Mitra CahayaQu Syariah"
4. Nisbah Bagi Hasil

Alamat"KSU Mitra CahayaQu Syariah"

Kantor Pusat : Jl. DIPONEGORO 80 LUMAJANG JAWA TIMUR
Kantor Perwakilan : Jl. A. Yani 104 Pulo Tempeh Lumajang
Telp. 0334522422 - 081358013529

Rabu, 05 September 2012

Istri Sholikhah Penyejuk Hati

Istri Sholikhah Penyejuk Hat2


Dengan wajah lesu dan tatapan penuh kekecewaan, seorang suami mengadukan permasalahan yang sedang dia hadapi bersama istrinya kepada salah seorang sahabatnya yang mengerti agama. “Saya hampir tidak pernah menikmati kecantikan istri saya yang sebenarnya dia miliki, “kata si suami mengawali pengaduannya. Istrinya hanya mau berdandan bila akan ke pesta atau sekedar jalan-jalan. Tetapi si istri tidak punya kebiasaan seperti itu bila tidak keluar, bahkan dianggapnya lucu karena bukan pada tempatnya untuk berdandan di rumah. Begitulah kira-kira isi keluhan si suami. Sahabatnya menasehati. “Tunaikanlah hak istrimu yaitu didiklah ia dengan ajaran agama, agar mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, bersabar dan banyaklah berdoa pada Allah. “Suami itu tersentak sadar bahwa meskipun perjalan rumah tangganya dengan sang istri telah membuahkan lima anak dia sama sekali belum menunaikan hak istri yang satu ini. Istri Shalihah Ingin selalu tampil cantik dihadapan lawan jenisnya sudah menjadi kesenangan tersendiri bagi umumnya wanita.

Namun kenyataan yang ada sekarang sering istri berpikir terbalik. Didalam rumah dan dihadapan suaminya, istri merasa tidak begitu perlu untuk tampil dengan dandanan yang cantik dan memikat. Namun jika keluar rumah segalanya dipakai; baju yang bagus, aksesoris indah, make-up yang mencolok dan parfum yang semerbak turut melengkapi agar dapat tampil wah. Lalu bagaimana cara menyelamatkan keadaan yang terbalik ini? dengan penuh kemantapan dan tanpa ragu sedikitpun, jawabannya adalah kembali kepada ketentuan syari’ah islam dan tidak ada alternatif lain. Islam telah memberikan bimbingan, bagaimana menjadi istri yang shalihah, sebagaimana ciri-cirinya telah disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Bahwa beliau bersabda: “Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786) Kalau kita lihat tuntunan islam diatas, ternyata bukanlah suatu yang sulit untuk dilaksanakan. Siapa pun bisa melakukannya.

Disamping itu istri yang mempunyai tiga ciri diatas memiliki kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan diibaratkan sebagai perhiasan dunia yang terbaik; sebagaimana yang dinyatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam: “Dunia adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (HR.Muslim dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash) Diniatkan untuk Ibadah Seorang istri yang baik akan berusaha untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun terkadang timbul perasaan malas atau berat untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajibannya, tetapi hendaknya diingat bahwa keridhaan suami lebih diutamakan diatas perasaannya. Lihatlah apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam ketika Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertanya: “Siapa diantara manusia yang paling besar haknya atas (seorang) istri?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam menjawab, “Suaminya.. “ (HR. Hakim dan Al-Bazzar) Dengan taat kepada suami dan tentunya dengan menjalankan kewajiban agama lainnya, dapat mengantarkan istri kepada surga-Nya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan di shahihkan oleh Al-Albani: “Bila seorang wanita telah mengerjakan shalat lima waktu dan berpuasa pada bulan Ramadhan dan memelihara kemaluannya serta taat kepada suaminya, maka kelak dikatakan kepadanya: “masuklah dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.” Kemudian hendaklah istri mengingat akan besarnya hak suami atas dirinya, sampai-sampai seandainya dibolehkan sujud kepada selain Allah maka istri diperintahkan untuk sujud kepada suaminya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam: “Andaikan saja dibolehkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi: Hasan Shahih) Terlalu banyak peluang bagi seorang istri untuk beribadah kepada Allah dalam rumah tangganya dan terlalu mudah dalam memperoleh pahala dalam kehidupan suami istri. Namun sebaliknya terlalu mudah pula seorang istri terjerumus kepada dosa besar kalau melanggar ketentuan yang telah Allah gariskan. Yang perlu diingat oleh istri ialah agar berupaya mengikhlaskan niat hanya untuk Allah dalam melaksanakan kewajibannya sepanjang waktu. Menyenangkan Hati Suami Apabila diperintah oleh suaminya, istri diwajibkan untuk mentaati. Dan apabila suaminya tidak ada dirumah, istri harus pandai menjaga dirinya dan kehormatannya serta menjaga amanah harta suaminya. Istri yang demikian ini akan dijaga oleh Allah sebagaimana Firman-Nya: “ ..maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa’: 34)

Adapun kriteria pertama dan ciri-ciri shalihah; Imam As-Sindi mengatakan dalam bukunya Khasyiah Sunan Nasai juz 6 hal 377: “Menyenangkan bila dipandang itu artinya indahnya penampilan secara dzahir serta akhlaq yang mulia. Juga terus menerus menyibukkan diri dalam taat dan bertaqwa kepada Allah.” Banyak hal yang dapat menyenangkan hati suami, diantaranya: penampilan diri agar enak dipandang, dan berbicara dengan menggunakan tutur yang menyenangkan serta dalam hal pengaturan rumah mampu menciptakan suasana bersih dan nyaman. a. Penampilan Diri Umumnya suami lebih sering keluar rumah untuk menunaikan tugasnya apakah itu bekerja mencari nafkah ataukah berdakwah, sementara kita tahu keadaan di luar, sangat mudah sekali pandangan mata menjumpai wanita yang berpakaian minim dan menyebarkan aroma wewangian. Sekalipun seorang istri percaya suaminya akan berusaha memalingkan wajah dan menundukkan pandangannya karena takut dosa, namun laki-laki yang normal mungkin dapat tergoda melihat aurat yang haram tersebut.

Diakui atau tidak, hal ini sangat mungkin terjadi. Bagaimana seandainya istri merasa tidak perlu untuk tampil cantik dihadapan suami dengan alasan tidak adanya waktu karena telah tersibukkan dengan anak dan urusan rumah, apalagi bila tidak ada pembantu. Sehingga dengan penampilan seenaknya dan terkadang (maaf) menyebarkan aroma yang kurang sedap ketika menyambut suaminya yang baru datang dari luar. Berpakaian model apapun yang diingini dan disenangi suami dibolehkan dalam syariat islam dan tidak ada batasan aurat antara istri dan suaminya. Dandanan yang memikat dan aroma parfum yang harum akan menjaga dan memagari suami dari maksiat. Mata suami akan tertutup dari melihat pemandangan haram di luar rumah bila mata itu dipuaskan oleh istrinya dalam rumah. Jika istri tidak dapat memuaskan atau menyenangkan suami sehingga suaminya sampai jatuh dalam kemaksiatan (tertarik melihat pemandangan haram di luar rumah) maka berarti si istri turut berperan membantu suaminya bermaksiat kepada Allah. b. Berbicara yang Enak Pada saat suami istri duduk-duduk sambil berbincang tentang barbagai hal, hendaknya istri memlilih ucapan yang baik dengan tutur kata yang indah dan lembut serta sedapat mungkin menghindari pembicaraan yang tidak disukai oleh suami. Demikian pula ketika suami berbicara istri sebaiknya mendengarkan dengan penuh perhatian dan tidak memotong pembicaraan suami. c. Pengaturan Rumah Penting juga diperhatikan penataan rumah yang baik, bersih dari najis dan terhindar dari aroma yang kurang sedap. Walhasil, ciptakan suasana rumah yang menjadikan suami betah berada di dalamnya. Untuk membuat penampilan lebih menarik tidak harus dengan wajah yang cantik, demikian juga untuk membuat rumah bersih dan rapih tidak harus dengan harga yang mahal. Insya Allah semuanya bisa dilaksanakan dengan mudah selama ada keinginan dan diniatkan ikhlas untuk mencari ridha Allah. Bukankah segala sesuatu yang baik itu akan bernilai ibadah bila diniatkan hanya untuk Allah?

Istri Shalihah Penyejuk Hati

Istri Shalihah Penyejuk Hati

 
 
tentang-pernikahan.com - Dengan wajah lesu dan tatapan penuh kekecewaan, seorang suami mengadukan permasalahan yang sedang dia hadapi bersama istrinya kepada salah seorang sahabatnya yang mengerti agama.

“Saya hampir tidak pernah menikmati kecantikan istri saya yang sebenarnya dia miliki, “kata si suami mengawali pengaduannya. Istrinya hanya mau berdandan bila akan ke pesta atau sekedar jalan-jalan. Tetapi si istri tidak punya kebiasaan seperti itu bila tidak keluar, bahkan dianggapnya lucu karena bukan pada tempatnya untuk berdandan di rumah. Begitulah kira-kira isi keluhan si suami. Sahabatnya menasehati. “Tunaikanlah hak istrimu yaitu didiklah ia dengan ajaran agama, agar mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, bersabar dan banyaklah berdoa pada Allah. “Suami itu tersentak sadar bahwa meskipun perjalan rumah tangganya dengan sang istri telah membuahkan lima anak dia sama sekali belum menunaikan hak istri yang satu ini.

Istri Shalihah

Ingin selalu tampil cantik dihadapan lawan jenisnya sudah menjadi kesenangan tersendiri bagi umumnya wanita. Namun kenyataan yang ada sekarang sering istri berpikir terbalik. Didalam rumah dan dihadapan suaminya, istri merasa tidak begitu perlu untuk tampil dengan dandanan yang cantik dan memikat. Namun jika keluar rumah segalanya dipakai; baju yang bagus, aksesoris indah, make-up yang mencolok dan parfum yang semerbak turut melengkapi agar dapat tampil wah.

Lalu bagaimana cara menyelamatkan keadaan yang terbalik ini?
dengan penuh kemantapan dan tanpa ragu sedikitpun, jawabannya adalah kembali kepada ketentuan syari’ah islam dan tidak ada alternatif lain. Islam telah memberikan bimbingan, bagaimana menjadi istri yang shalihah, sebagaimana ciri-cirinya telah disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Bahwa beliau bersabda:

“Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)

Kalau kita lihat tuntunan islam diatas, ternyata bukanlah suatu yang sulit untuk dilaksanakan. Siapa pun bisa melakukannya. Disamping itu istri yang mempunyai tiga ciri diatas memiliki kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan diibaratkan sebagai perhiasan dunia yang terbaik; sebagaimana yang dinyatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:

“Dunia adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (HR.Muslim dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash)

Diniatkan untuk Ibadah

Seorang istri yang baik akan berusaha untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun terkadang timbul perasaan malas atau berat untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajibannya, tetapi hendaknya diingat bahwa keridhaan suami lebih diutamakan diatas perasaannya. Lihatlah apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam ketika Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertanya:

“Siapa diantara manusia yang paling besar haknya atas (seorang) istri?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam menjawab, “Suaminya.. “ (HR. Hakim dan Al-Bazzar)

Dengan taat kepada suami dan tentunya dengan menjalankan kewajiban agama lainnya, dapat mengantarkan istri kepada surga-Nya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan di shahihkan oleh Al-Albani:

“Bila seorang wanita telah mengerjakan shalat lima waktu dan berpuasa pada bulan Ramadhan dan memelihara kemaluannya serta taat kepada suaminya, maka kelak dikatakan kepadanya: “masuklah dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.”

Kemudian hendaklah istri mengingat akan besarnya hak suami atas dirinya, sampai-sampai seandainya dibolehkan sujud kepada selain Allah maka istri diperintahkan untuk sujud kepada suaminya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:

“Andaikan saja dibolehkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi: Hasan Shahih)

Terlalu banyak peluang bagi seorang istri untuk beribadah kepada Allah dalam rumah tangganya dan terlalu mudah dalam memperoleh pahala dalam kehidupan suami istri. Namun sebaliknya terlalu mudah pula seorang istri terjerumus kepada dosa besar kalau melanggar ketentuan yang telah Allah gariskan. Yang perlu diingat oleh istri ialah agar berupaya mengikhlaskan niat hanya untuk Allah dalam melaksanakan kewajibannya sepanjang waktu.

Menyenangkan Hati Suami

Apabila diperintah oleh suaminya, istri diwajibkan untuk mentaati. Dan apabila suaminya tidak ada dirumah, istri harus pandai menjaga dirinya dan kehormatannya serta menjaga amanah harta suaminya. Istri yang demikian ini akan dijaga oleh Allah sebagaimana Firman-Nya:

“ ..maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa’: 34)

Adapun kriteria pertama dan ciri-ciri shalihah; Imam As-Sindi mengatakan dalam bukunya Khasyiah Sunan Nasai juz 6 hal 377: “Menyenangkan bila dipandang itu artinya indahnya penampilan secara dzahir serta akhlaq yang mulia. Juga terus menerus menyibukkan diri dalam taat dan bertaqwa kepada Allah.”

Banyak hal yang dapat menyenangkan hati suami, diantaranya: penampilan diri agar enak dipandang, dan berbicara dengan menggunakan tutur yang menyenangkan serta dalam hal pengaturan rumah mampu menciptakan suasana bersih dan nyaman.

a. Penampilan Diri

Umumnya suami lebih sering keluar rumah untuk menunaikan tugasnya apakah itu bekerja mencari nafkah ataukah berdakwah, sementara kita tahu keadaan di luar, sangat mudah sekali pandangan mata menjumpai wanita yang berpakaian minim dan menyebarkan aroma wewangian. Sekalipun seorang istri percaya suaminya akan berusaha memalingkan wajah dan menundukkan pandangannya karena takut dosa, namun laki-laki yang normal mungkin dapat tergoda melihat aurat yang haram tersebut. Diakui atau tidak, hal ini sangat mungkin terjadi.

Bagaimana seandainya istri merasa tidak perlu untuk tampil cantik dihadapan suami dengan alasan tidak adanya waktu karena telah tersibukkan dengan anak dan urusan rumah, apalagi bila tidak ada pembantu. Sehingga dengan penampilan seenaknya dan terkadang (maaf) menyebarkan aroma yang kurang sedap ketika menyambut suaminya yang baru datang dari luar.

Berpakaian model apapun yang diingini dan disenangi suami dibolehkan dalam syariat islam dan tidak ada batasan aurat antara istri dan suaminya. Dandanan yang memikat dan aroma parfum yang harum akan menjaga dan memagari suami dari maksiat. Mata suami akan tertutup dari melihat pemandangan haram di luar rumah bila mata itu dipuaskan oleh istrinya dalam rumah. Jika istri tidak dapat memuaskan atau menyenangkan suami sehingga suaminya sampai jatuh dalam kemaksiatan (tertarik melihat pemandangan haram di luar rumah) maka berarti si istri turut berperan membantu suaminya bermaksiat kepada Allah.

b. Berbicara yang Enak

Pada saat suami istri duduk-duduk sambil berbincang tentang barbagai hal, hendaknya istri memlilih ucapan yang baik dengan tutur kata yang indah dan lembut serta sedapat mungkin menghindari pembicaraan yang tidak disukai oleh suami. Demikian pula ketika suami berbicara istri sebaiknya mendengarkan dengan penuh perhatian dan tidak memotong pembicaraan suami.

c. Pengaturan Rumah

Penting juga diperhatikan penataan rumah yang baik, bersih dari najis dan terhindar dari aroma yang kurang sedap. Walhasil, ciptakan suasana rumah yang menjadikan suami betah berada di dalamnya. Untuk membuat penampilan lebih menarik tidak harus dengan wajah yang cantik, demikian juga untuk membuat rumah bersih dan rapih tidak harus dengan harga yang mahal. Insya Allah semuanya bisa dilaksanakan dengan mudah selama ada keinginan dan diniatkan ikhlas untuk mencari ridha Allah. Bukankah segala sesuatu yang baik itu akan bernilai ibadah bila diniatkan hanya untuk Allah?

Ciri2 Istri Sholikhah

Ciri Istri Sholehah

 
tentang-pernikahan.com - Istri yang shalehah adalah yang mampu menghadirkan kebahagiaan di depan mata suaminya, walau hanya sekadar dengan pandangan mata kepadanya. Seorang istri diharapkan bisa menggali apa saja yang bisa menyempurnakan penampilannya, memperindah keadaannya di depan suami tercinta. Dengan demikian, suami akan merasa tenteram bila ada bersamanya.

Mendapatkan istri shalehah adalah idaman setiap lelaki. Karena memiliki istri yang shalehah lebih baik dari dunia beserta isinya. ''Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri shalehah.'' (HR Muslim dan Ibnu Majah).

Di antara ciri istri shalehah adalah, pertama, melegakan hati suami bila dilihat. Rasulullah bersabda, ''Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah. Yaitu, taat bila diperintah, melegakan bila dilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi.'' (HR Ibnu Majah).

Kedua, amanah. Rasulullah bersabda, ''Ada tiga macam keberuntungan (bagi seorang lelaki), yaitu: pertama, mempunyai istri yang shalehah, kalau kamu lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan dirinya dan hartamu ...'' (HR Hakim).

Ketiga, istri shalehah mampu memberikan suasana teduh dan ketenangan berpikir dan berperasaan bagi suaminya. Allah SWT berfirman, ''Di antara tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan pasangan untuk diri kamu dari jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh ketenangan bersamanya. Sungguh di dalam hati yang demikian itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.''(QS Ar Rum : 21).

Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah bersabda, ''Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.'' (HR Thabrani dan Hakim).

Namun, istri shalehah hadir untuk mendampingi suami yang juga shaleh. Kita, para suami, tidak bisa menuntut istri menjadi 'yang terbaik', sementara kita sendiri berlaku tidak baik. Mari memperbaiki diri untuk menjadi imam ideal bagi keluarga kita masing-masing.

(tulisan seseorang yg sedang mencari istri shalehah)

Istri Sholikhah

Bersabda Rasulullah SAW : Siapa sj istri yg meninggal dan suaminya RIDLO kepadanya pasti ia masuk surga (HR Imam Turmudzi) Bersabda Rasul SAW : Apabila seorang istri telah mengerjakan solat lima waktu, dan berpuasa bulan Romadhon dan menjaga kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: “Masuklah ke surga dari pintu mana saja yg kau kehendaki.” (HR.Imam Ahmad)
Rasulullah pernah kedatangan perempuan utk meminta penjelasan mengenai PAHALA JIHAD PEREMPUAN ketika dlm peperangan hanya membantu mengobati korban perang saja, maka Rasulullah SAW menjawab :”Sampaikanlah kepada para wanita yg kau temui bhw, taat kepada suami dan mengakui hak2nya adalah sama pahalanya dengan jihad itu. Sayangnya sedikit dari kalian yg melakukannya. (HR. Al Bazzar dan Imam Tabroni)
Bersabda Rasulullah SAW : Seorang suami yg sabar atas akhlak istrinya, Allah SWT akan memberi kepada org itu balasan dan ganjaran seperti yg diberikan kepada Nabi Ayub AS.
Dan seorang istri yg sabar atas Akhlak suaminya, Allah akan memberikan kepadanya pahala seperti pahalanya org yg mati syahid dalam berperang membela agama ALLAH, Dan siapa saja istri mendzolimi suaminya dan menuntut kepadanya apa2 yg suami tdk mampu memberikannya dan istri tsb menyakiti hati suaminya, maka seluruh malaikat Rohmat dan malaikan azab melaknat dia. Dan siapa saja istri yg sabar terhadap gangguan suaminya, maka Allah SWT akan memberinya pahala seperti pahala yg diberikan kepada Siti Asiyah istri Fir’aun dan Siti Maryam binti Imron

Selasa, 04 September 2012

Tahukah Anda Indahnya Sabar?




Allah SWT berfirman dalam QS Al-Anfal : 46 “Hendaklah kamu bersabar, sesungguhnya Allah itu bersama orang-orang yang sabar”.

Sabar menurut bahasa berarti menahan atau mengekang (QS Al-kahfi [18] : 28) Dan menurut istilah artinya menahan diri dari sifat gundah dan emosi, menahan lisan dari mengeluh dan berkeluh kesah, atau menahan hati dari amarah serta menahan anggota badan untuk tidak mengexpresikan kemarahan dalam bentuk perbuatan yang tidak pantas. Karena cakupan sabar ternyata cukup luas, gak heran jika sabar itu bernilai setengah keimanan, Ibnu Mas’ud RA. berkata: “Iman itu dua paruh (nishfu), separuh sabar dan separuh syukur”.

Syaidina Ali RA berkata:“Sabar itu dari iman, adalah seperti kedudukan kepala dari tubuh. Tidak ada tubuh bagi orang yang tidak mempunyai kepala. Dan tidak ada iman, bagi orang yang tiada mempunyai kesabaran”.

Menurut Rasulullah SAW orang mukmin diistilahkan dengan ajaban (orang yang memiliki pesona), karena pola berfikirnya yang positif thingking, yaitu ketika mendapat kebaikan, ia bersyukur dan ketika mendapat musibah ia bersabar dn bertawakal, karena yakin Allah hanya memberinya sesuatu yang positif (QS Asy-syarh [94] : 5-6), karena orang yang tidak beriman akan selalu tidak beruntung, sebab ia akan lupa diri ketika dilimpahkan kenikmatan dan lupa ingatan ketika ditimpa kesusahan.

Selain itu sabar juga dapat dibagi dalam tiga tingkatan
1. Sabar menjalankan keta'atan (makruf).
2. Sabar menjauhi maksiat (mungkar).
3. Sabar menghadapi sesuatu yang menyakitkan spt musibah (sakit atau kematian), bencana atau kesusahan.

Ketika cobaan menerpa, kita dituntut untuk ikhlas dan lapang dada, kemudian diiringi dengan mencari solusi (ihtiar) dan do'a (shalat). Karena kekuatan imanlah yang membuat seseorang sanggup bertahan menghadapi badai kehidupan (QS Ali Imran [3] : 102).

Ketahuilah dalam menghadapi musibah kecerdasan intelektual aja gak cukup untuk menghasilkan keputusan yang tepat, karena dibutuhkan juga kecerdasan emosional dan spiritual, karena sesungguhnya kesabaran itu terletak diantara kecerdasan emosional dan spiritual. Buah kesabaran itu sangat indah meski awalnya pahit rasanya tetapi setelah itu terasa lebih manis dari pada madu.

Dalam ungkapan orang bijak "Ahlush-shabri" itu ada tiga maqam
1. Maqam orang yang meninggalkan nafsu syahwat itu sederajad dengan orang yang bertobat (mutawwabin).
2. Maqam orang yang ridha dengan taqdir Allah SWT itu sederajad dengan orang yang zahid.
3. Maqam orang yang ridha atas apa yang diperbuat TuhanNya adalah derajadnya sama dengan orang shidiq (ash-shiddiqin)

Dikatakan bahwa Allah SWT menurunkan wahyu kepada nabi Daud AS: “Berakhlaklah dengan akhlakKu, Sesungguhnya sebagian dari akhlakKu, ialah, bahwa Aku Maha Sabar”

Pada hadits yang diriwayatkan ‘Atha’ dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah SAW masuk ke tempat orang-orang Anshar, lalu beliau bertanya:
“Apakah kamu ini semua orang beriman?”.
Semua mereka diam. Maka menjawab Umar RA.: “Ya, wahai Rasulullah!”.
Nabi SAW lalu bertanya: “Apakah tandanya keimanan kamu itu?”
Mereka menjawab: “Kami bersyukur atas kelapangan. Kami bersabar atas percobaan. Dan kami rela dengan ketetapan Tuhan (qadha Allah Ta’ala)”.
Lalu Nabi SAW menjawab: “Demi Tuhan pemilik Ka’bah! Benar kamu itu orang beriman!”.

Subhanallah sungguh beruntung orang yang Allah karuniai kesabaran.

sabar itu bernilai setengah iman... bukan setengah muslim
artinya orang yang beringas itu orang yang gak kesabaran itu berarti bukan orang yang beriman meskipun dia muslimin

Perlu diketahui muslimin belum tentu mukminin sedangkan mukminin sudah tentu muslimin


Salah satu cara menuju keseimbangan ketiga aspek di atas dengan melatih meditasi keseimbangan. Meditasi ini dilakukan dalam upaya memberik`n suatu kerangka dalam hidup kita, tentang pola hidup bagaimana yang ingin kita terapkan dalam perjalanan hidup kita.

Dalam islam meditasi tertinggi adalah shalat yang khusyu', jangan ‘mencari’ khusyu’, cukup siapkan diri untuk ‘menerima’ khusyu’ itu, karena khusyu’ bukan kita ciptakan tapi ‘diberi langsung’ oleh Allah sebagai hadiah nikmat kita menemuiNya.

Bersikap rileks menyiapkan diri kita untuk siap ‘menerima’ karunia khusyu’, karena khusyu’ itu diberi bukan kita ciptakan.

Insya Allah dengan keikhlasan dan kepasrahan shalat kita akan mencapai keseimbangan ketiganya
3 tahun lalu

indahnya Sabar dan Syukur


Print E-mail
 
Suatu ketika, 'Imran ibn Haththan menggauli istrinya. Imran adalah seorang yang buruk bentuknya, kotor, jerawatan mukanya dan pendek tubuhnya. Sedangkan istrinya adalah wanita yang berparas cantik. Tatkala ia memandangi istri-nya, tampak di matanya si istri semakin bertambah cantik. Ia tidak mampu menahan dirinya hingga ia terus menerus memandangi istrinya. Maka si istri bertanya, "Ada apa denganmu?" 'Imran menjawab, "Segala puji bagi Allah. Sungguh demi Allah, engkau semakin bertambah cantik."

Si istri menjawab,"Bergembiralah, Sesungguhnya aku dan kamu akan masuk syurga." 'Imran berkata, "Darimana kamu tahu hal itu?" Si istri menjawab, , "Karena kamu dikaruniai orang sepertiku dan engkau mensyukurinya. Dan aku diberi cobaan dengan orang sepertimu dan aku bersabar atas cobaan tersebut. Orang yang sabar dan orang yang bersyukur akan masuk syurga."

Sahabat boleh tersenyum langsung, sebab itu menunjukkan kejeniusan. Tapi boleh juga tersenyum telat dan bahkan besok atau lusa bahkan tahun depan, sebab itupun menunjukkan masih adanya tanda-tanda untuk layak dikembangkan kejeniusannya.

Sahabat manajemenqolbu.col, apapun diri kita dengan segala kelebihan dan kekurangan. Marilah kita menjadi orang-orang yang berani meningkat syabar dan syukur. Dengan syukur dan shabar yang optimal, kita akan berani bersahabat dengan masalah. Sedangkan orang-orang yang tidak syukur dan shabarr, maka kita menjadi orang-orang yang reaktif dengan masalah. Persis seperti orang yang melihat kucing bagaikan singa dan singa bagaikan kucing. Bagaimana pendapat anda

5 Cara Bersabar Apabila Menghadapi Musibah

5 Cara Bersabar Apabila Menghadapi Musibah

Sabar adalah salah satu kunci keberhasilan, ada ungkapan “man sabara dhafara” barang siapa bersabar maka akan memperoleh (yang dicita-citakan). Ada keterkaitan antara sabar dan syukur, keduanya seolah tema adik dan kakak. Sabar biasanya ditujukan kepada orang yang berduka sedangkan syukur ditujukan kepada orang yang memperoleh kenikmatan. Kedua perbuatan ini tidak mudah, meskipun kelihatan lahirnya mudah bersyukur ketimbang bersabar. tetapi membutuhkan ketelitian bertindak. Tidak sabar membuat putus asa sedangkan tidak bersyukur melahirkan kerakusan tersendiri.1. Ingatlah selalu akan nikmat Allah, bukankah lebih banyak nikmat yang diberikan daripada musibah yang ditimpakan kepada hambanya. Kalau anda umur 30 tahun, dan sekarang ini mendapat musibah selama satu tahun saja, itu artinya Allah masih banyak mencurahkan nikmat daripada musibah. Rasulullah mewanti wanti agar selalu mengingat Allah dalam keadaan lapang, maka Allah pasti akan selalu mengingat dalam keadaan sempit.
2. Tidak ada kesulitan yang terus menerus, Allah menciptakan makhluknya berpasang pasangan, ada laki-perempuan, bumi-langit, siang-malam, dan Allah pasti menciptakan kesulitan dan jodohnya yaitu kemudahan. Kalau saat ini belum juga dipertemukan, anggap saja seperti seseorang yang masih dalam tahap pencarian jodoh. Al Qur’an mengingatkan hal itu berulang kali (QS.al Insyirah: 5-6)
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
3. Tanamkan dalam lubuk hati yang dalam bahwa kunci keberhasilan adalah sabar, Ayam yang ingin menetaskan telur saja harus bersabar meng-erami telurnya 21 hari, dalam kondisi yang demikian ayam tidak makan dan tidak minum (baca: puasa) kecuali benar benar perlu.
4. Kalau kondisi sudah benar benar dalam kondisi klimaks, maka ingatlah dengan perkataan Ali ra;
الصَبْرُ مِنَ الأمُوْرِ بِمَنْزِلَةِ الرَّء سِ مِنَ الْجَسَدِ
Sabar dalam sebuah masalah itu (bagaikan) kedudukan kepala dalam jasad.
Alangkah mengerikannya jika menghadapi masalah tidak sabar, seperti mengerikannya jasad yang tak berkepala.
5. Musibah yang bukan karma, adalah ujian saja. Berbahagialah orang yang sedang di uji oleh Allah kerena ia akan naik peringkat. Kalau anda ingin menyelesaikan jenjang pendidikan pastinya ujian adalah masa yang paling mendebarkan dan moment yang di tunggu tunggu.

TINGKATAN TAWAKKAL

Tingkatan-tingkatan tawakal antara lain: tawakal level awwam, tawakal khawas, tawakal khawasul khawas.
Tawakal berasal dari kata “wakal” yang berarti “mewakilkan”. “Tawakkal” berarti memberikan perwakilan, kepasrahan, dan penyerahan diri kita kepada Allah. “Tawakkal” ialah menyamakan yang ada pada diri manusia, banyak ataupun sedikit.

Dengan kata lain, sepanjang kita masih mau membedakan yang banyak dan yang sedikit di dalam diri kita, maka kita bukanlah orang yang bertawakal. Biasanya kalau kita diberikan banyak, maka kita berterima kasih, tetapi jika diberi sedikit ataupun tak diberi, maka kita mengeluh. Kata-kata banyak dan sedikit bagi orang yang sudah bertawakal kepada Allah tidak lagi menjadi signifikan. Sudahkah kita seperti ini?
Pendapat lain menyatakan, bahwa tawakal adalah menanggalkan keinginan yang bersifat abstrak.
Ada orang yang hidup dengan angan-angan, bercita-cita untuk menjadi ini dan itu. Orang yang bertawakal takkan dibuai oleh angan-angan. Orang yang bertawakal angan-angannya hanyalah ingin menyerahkan dirinya dan Allah menerima dirinya.
Tawakal ialah ketetapan seorang hamba bersama Allah tanpa ketergantungan. Kalau kita masih tergantung kepada makhluk Allah, maka ini bukanlah tawakal.
Seorang istri takkan menggantungkan nasib sepenuhnya kepada suaminya. Demikian pula sebaliknya. Seorang karyawan takkan menggantungkan diri sepenuhnya kepada pimpinannya. Dia tergantung sepenuhnya kepada Allah.
Tawakal ialah menyempurnakan keyakinan kepada Allah. Keyakinan itu takkan terjadi kecuali dengan berbaik sangka kepada Allah, dan mempercayai sepenuhnya terhadap rezeki yang dijanjikan, serta meridhai terhadap ketentuan yang berlaku dari qadha’ dan qadarnya. Jika keyakinan seperti ini sudah sempurna di dalam hati kita, maka inilah yang dinamakan sebagai “tawakkal”.
Selama kita masih mengira-ngira negatif terhadap qadha’ dan qadar Tuhan, berburuk sangka terhadap Tuhan, kecewa terhadap pemberian Tuhan, maka kita tidak termasuk sebagai orang yang “mutawakkilin”.
Tawakal ialah menyempurnakan keyakinan kepada Allah. Kalangan para sufi menganggap, bahwa tawakal adalah “maqam puncak” (anak tangga puncak).
Ada suatu riwayat:
Hasan saudara Sinan mengatakan, sudah empat belas kali aku melaksanakan ibadah haji dengan kaki telanjang bertawakal. Kakiku tertusuk duri, namun aku tidak mencabutnya agar tidak merusak tawakal.
Jangan menggunakan akal untuk mencerna riwayat ini. Yang pasti, kita tidak akan melakukan hal seperti ini. Akal kita mengatakan, bahwa ini adalah orang gila. Namun buktinya, ternyata orang ini tidak merasa sakit, bahkan ia tidak cacat sedikit pun, ia telah bersahabat dengan duri yang menusuknya.
Ada suatu rombongan dari Syam datang ke seorang ulama bernama Bisyr Al-Hafi. Mereka meminta ikut beribadah haji bersama Bisyr. Lalu dijawab oleh Bisyr, bahwa ia mau asalkan mereka akan ikut dengan yang disyaratkannya. Ada tiga persyaratan yang diajukan oleh Bisyr: Pertama, kita tidak boleh membawa perbekalan apapun. Kedua, kita tidak boleh meminta apapun kepada siapapun. Ketiga, kita tidak boleh menerima apapun dari siapapun.
Rombongan dari Syam itu kemudian berkata, bahwa syarat pertama dan kedua sanggup mereka terima. Sedangkan syarat ketiga tak sanggup mereka laksanakan. Maka Bisyr Al-Hafi mengatakan, “Kalau begitu, kalian ini adalah orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dengan tawakal pada perbekalan haji, tidak tawakal kepada Allah.”
Itulah sebabnya, masih banyak di lingkungan Ka’bah orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa, karena menganggap itu adalah Kota Tuhan. Tidak mungkin ada orang yang mati kelaparan kalau ia berangkat dengan tawakal, karena Mekah adalah kota berkah.
Abu Hamzah Al-Khurasani mengatakan:
Suatu saat aku pergi melaksanakan ibadah haji. Di tengah perjalanan, aku terjatuh ke dalam sebuah sumur. Nafsuku mendesak agar aku meminta tolong, namun aku tidak melakukannya, karena aku pasrah untuk menyerahkan segala jiwa ragaku untuk mencari ridha Allah di tanah suci. Begitu aku berpikir demikian, maka lewatlah dua orang laki-laki di pinggir lubang sumur. Salah seorang di antaranya berkata kepada temannya, “Mari kita tutup lubang sumur ini agar tidak ada orang yang terjatuh ke dalamnya!” Temannya kemudian menyetujui hal itu.
Aku ingin berteriak, tetapi aku berkata kepada nafsuku, bahwa aku hanya akan berteriak kepada Dia (Allah) yang lebih dekat kepadaku daripada dua orang itu. Lalu aku terdiam saja hingga mulut sumur itu ditutupi, kemudian dua orang itu pergi.
Satu jam kemudian, aku mendengarkan suara sesuatu yang berisik yang berusaha untuk membuka penutup sumur itu, kemudian mengulur-ngulurkan kakinya ke dalam sumur, sambil ia berkata kepadaku dengan berbisik lembut, “Berpeganglah pada kakiku!”
Lalu aku pun berpegang pada kakinya, dan ia mengeluarkanku dari sumur itu. Ternyata yang mengeluarkanku dari sumur itu adalah seekor binatang buas. Setelah itu, ia pergi dan meninggalkanku. Tiba-tiba aku mendengarkan suara entah dari mana, “Wahai Abu Hamzah, bagaimana pendapatmu? Kami telah menyelamatkanmu dari kebinasaan dengan kebinasaan.”
Sumur membinasakan, seandainya tidak diangkat secepatnya, maka Abu Hamzah akan kehabisan oksigen. Tapi dia diangkat oleh kebinasaan, karena binatang buas yang kelaparan seperti itu memang mencari manusia untuk dimangsa, namun ternyata binatang buas itulah yang menolongnya.
Keajaiban seperti ini pernah kita alami. Ketika kita pernah mencapai suatu puncak tawakal, tidak semua urusan kita itu tawakal puncak kepada Allah. Tetapi insya Allah di antara kita mungkin pernah ada yang mencapai puncak tawakalnya kepada Allah, dan pada saat itu juga Tuhan memberikan keajaiban kepadanya.
Tuhan tidak pernah mengecewakan kekasihnya. Karena itu, jadilah kekasih Tuhan.
Ada yang mengatakan, bahwa berdiam diri: tafakkur, tazakkur, dan pasrah, termasuk juga tidak berdoa terhadap jalan keputusan Allah, maka adalah lebih sempurna, rela menerima apa yang sudah berlalu daripada memilih dan mengikuti hak dan hasrat kemauannya.
Orang yang terlalu banyak berdoa jangan sampai tidak pernah melakukan tazakkur dan tafakkur. Biasanya, orang yang banyak tafakkur itu materi doanya kurang. Biasanya, orang yang banyak materi doanya itu kurang tafakkurnya.
Seandainya ada pilihan, lebih baik mana kita memperdalam tafakkur dan tazakkur kepada Allah, memasrahkan dan menyerahkan diri menyebut nama-Nya dibandingkan berdoa sebanyak-banyaknya?
Ternyata, lebih baik tafakkur sebanyak-banyaknya dibandingkan berdoa sebanyak-banyaknya. Dalam suatu hadis shahih disebutkan:
Barangsiapa lebih sibuk berzikir kepada-Ku daripada berdoa, niscaya Aku akan memberikan yang lebih utama daripada yang diberikan kepada orang-orang yang meminta kepada-Ku.
Berdoa itu mulia. Tetapi jauh lebih mulia kalau kita berzikir dan bertafakkur kepada-Nya. Yang keluar dari mulut orang-orang yang mencari Tuhan itu sesungguhnya bukanlah doa, melainkan munajjat.
Munajjat itu misalkan permohonan doanya paling-paling hanya satu dua buah saja, yang banyak itu adalah penyerahan dirinya kepada Tuhan, kepasrahan dirinya kepada Tuhan, memuji-muji Tuhannya, merindukan Tuhannya, merindukan Nabinya, memohon agar rindunya terhadap Rasulullah disampaikan oleh Allah. Yang sering keluar adalah permohonan pengampunan dosa. Mana ada doa-doa para wali yang meminta kendaraan mewah, yang meminta jabatan seperti halnya kita. Bagi mereka, itu adalah sampah-sampah dunia yang tidak mesti kita rindukan. Permintaan yang paling mulia ialah tafarruq ilallah (mendekatkan diri kita kepada Allah).
Jangan sampai doa yang kita panjatkan kepada-Nya itu didikte oleh hawa nafsu kita. Pekerjaannya rasio adalah selalu meminta hal-hal yang materialistis, juga kepuasan biologis. Pekerjaan nafsu adalah selalu ingin puas dengan seleranya, sehingga rohaninya tidak pernah kebagian konsumsi. Konsumsi rohani adalah tafarruq ilallah (kedekatan diri dengan Allah).
Mungkin kita memang masih jauh kelas tawakal seperti ini. Tetapi, paling tidak kita tahu, bahwa sudah ada orang yang sampai ke tingkat tawakal yang tinggi. Dan orang yang sudah sampai ke tingkat tawakal yang tinggi ini sudah begitu banyaknya. Dengan demikian, setidaknya dalam diri kita ada prinsip “mengapa mereka bisa, kita tidak bisa?” Tidak ada dispensasi Tuhan bahwa orang yang bisa tawakal hingga tingkat yang tinggi itu hanya para nabi. Siapapun anak cucu Adam bisa naik ke jenjang puncak tawakal. Tidak peduli miskin, tidak peduli kaya, melainkan siapapun bisa.
Ada sahabat Rasulullah yang bernama Sahal, ia ditanya tentang tawakal.
“Apakah serendah-rendahnya tawakal?”
Dijawab oleh Sahal, “Meninggalkan anak-anak.”
Ditanya lagi, “Apakah tawakal yang sedang?”
Jawabnya, “Meninggalkan ikhtiar.”
Kemudian ditanya lagi, “Apakah tawakal yang tertinggi?”
“Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali orang yang telah sampai di tengahnya tawakal.”
Sepanjang kita masih dipenuhi oleh angan-angan, apalagi angan-angan duniawi, meskipun itu hak kita, dan itu tidak terlarang, tetapi kalau angan-angan itu memadati pikiran kita, memadati benak kita, maka salat tahajud kita di tengah malam pun sepertinya tak ada gunanya jika dilihat dari perspektif tasawuf.
Seharusnya yang kita ingat hanya Allah yang berdekatan dengan kita di tengah malam itu, namun mengapa yang kita ingat terus malahan adalah angan-angan duniawi itu?
Sudah lupa berapa rakaat yang kita lakukan. Bukan lupa karena ingat Tuhan, melainkan lupa karena angan-angan di dalam benaknya itu dipakai salat tahajud, sehingga salat tahajudnya itu entah ke mana perhatiannya. Begitu juga ketika ia melakukan ibadah yang lain, tetap saja tidak mempan untuk mendekatkan diri dengan Allah, karena dia terhijab (terdinding) oleh angan-angannya itu, walaupun angan-angan itu mulia baginya dan tidak haram. Lebih celaka lagi kalau angan-angannya itu adalah angan-angan yang haram. Isi salat tahajudnya adalah angan-angan, sampah-sampah duniawi, sedangkan Tuhannya hilang.
Dalam suatu dialog, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Quraisy ditanya tentang tawakal. Ternyata, pendapat para ulama berbeda-berbeda definisinya tentang tawakal. Ini pertanda, bahwa tawakal itu merupakan pengalaman yang sangat pribadi.
Apakah tawakal itu?
Beliau menjawab, “Tawakal adalah menggantungkan diri kepada Allah pada setiap keadaan, dalam keadaan gembira, berkecukupan, maupun dalam keadaan tidak berkecukupan, sama saja. Hidup ini tergantung kepada Allah, berpegang teguh kepada Allah. Tidak akan menangis meronta-ronta karena kehilangan anggota keluarganya yang dijemput oleh ajal. Tidak akan sedih keterlaluan manakala harta kekayaannya itu dicuri orang. Bahkan, tidak akan menderita sekalipun jika dia digerogoti penyakit, karena hidupnya sudah tergantung sepenuhnya kepada Allah.”
Lalu ditanya lagi, “Apalagi setelah itu?”
Dijawabnya, “Meninggalkan menggantungkan diri pada setiap sebab yang dapat menyampaikan kepada sebab lain, sehingga Al-Haq itu yang memerintahkan untuk demikian.”
Al-Haq yang dimaksud adalah Allah.
Misalkan kita sebagai pegawai. Menjadi pegawai menyebabkan datangnya rezeki. Kalau kita masih menggantungkan diri pada sebab pekerjaan itu sendiri, seolah-olah jika kita tidak bekerja, ataupun kalau nanti di-PHK, maka sudah tak ada lagi kehidupan. Orang yang seperti ini tawakalnya sangat rendah.
Orang yang tawakalnya kepada Tuhan, maka ia takkan pernah takut dipecat. Demi mempertahankan prinsipnya hingga dia di-PHK, maka ini tak ada masalah baginya. Malah sebaliknya, justru orang yang tertindas itu biasanya lebih tinggi loncatan ke atasnya.
Allah mempergilirkan nasib setiap orang. Yang tadinya berkuasa menindas yang lemah, maka kemudian yang lemah malah menjadi penguasa menggantikan dirinya. Jika melakukan pengulangan sejarah, maka akan terjadi lagi pada dirinya. Inilah tabiat naluri kemanusiaan. Tetapi bagi seorang yang tawakal takkan pernah menjalani kegiatan seperti ini. Karena itulah, tidak ada orang yang tertindas. Tertindas dan tidak tertindas baginya sama saja.
Abu Said Ahmad bin Isa Al-Harras menyatakan, bahwa tawakal itu adalah goncangan dengan tanpa ketenangan, dan ketenangan tanpa kegoncangan.
Maksudnya, kalau orang sudah tawakal kepada Allah, maka ia akan tergetar, tergoncang dadanya. Siapakah yang tidak goncang kalau bertemu dengan sang kekasih?
Kegoncangan tanpa ketenangan merupakan suatu isyarat pada perlindungannya kepada wakilnya. Kalau kita sudah berlindung kepada Yang Maha Dahsyat dan Maha Kuat, maka kita akan tersedot oleh energi yang amat besar, hingga diri kita akan goncang.
Ketenangan tanpa kegoncangan juga terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini ibarat satu mata uang yang memiliki dua sisi yang berbeda. Bermohon dan bertawadhu’ di hadapan-Nya, seperti kegoncangan seorang anak kecil dengan tubuhnya kepada ibunya.
Kadang-kadang ketika kita sangat rindu kepada Allah, maka kita seperti kehilangan kekuatan normal kita, seperti kita tidak normal.
Orang tawakal itu ada fenomena fisiknya.
Abu Hasan Ali An-Naishaburi menyatakan, bahwa tawakal itu ada tiga tingkatan: tawakal taslim dan taqwiz. Maka orang yang bertawakal itu merasa tenang dengan janji Allah. Allah berfirman:
Dan tidak ada suatu makhluk melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (Q.S. Huud: 6)
Inilah dalil yang digunakan oleh orang-orang yang sampai pada tawakal puncak.
Orang yang bertaslim adalah orang yang menyerahkan diri dan segala urusannya hanya kepada Allah. Itulah Islam. Maka cukup dengan diketahui oleh Allah akan keadaannya, karena Allah mengetahui apa yang ada padanya.
Orang yang bertaqwiz adalah orang yang pasrah, merasa ridha dengan keputusan Allah, yaitu dengan segala yang dilakukan oleh Allah kepadanya, baik itu sesuai dengan maksudnya ataupun tidak.
Kalau orang sudah berkepribadian taslim, maka penyerahan dirinya sangat kuat. Tapi kalau orang sudah bertaqwiz, maka kepasrahan dirinya sangat kuat. Jadi, taqwiz itu diawali dengan taslim. Efek yang timbul dari penyerahan diri itu adalah kepasrahan.
Kalau sudah muncul perasaan ini di dalam diri kita, jadi Islam itu bukan hanya dilakukan, namun juga dirasakan. Islam itu adalah penyerahan diri. Orang yang bertaqwiz itu adalah orang yang sudah pasrah. Jadi, sesudah Islam itu kita harus bertaqwiz.
Penjelasan orang-orang yang bertawakal:
Ketahuilah bahwa ilmu itu dapat mewariskan keadaan. Keadaan itu dapat membuahkan amal perbuatan.
Terkadang orang menyangka, bahwa makna tawakal itu adalah meninggalkan usaha dengan badan.
Bagi orang yang belum berpengalaman menjadi mutawakkilin, maka ia akan menghadap-hadapkan dan mempertentangkan antara tawakal dengan syariah. Sesungguhnya, pembekalan tawakal itu nampak dalam gerak-gerik seorang hamba. Orang yang cerdas menjalani tawakal itu, maka dua-duanya akan sukses. Dunianya akan sukses, akhiratnya akan lebih sukses lagi. Mengapa? Karena baginya pekerjaan dunianya juga merupakan pekerjaan akhirat. Bagi dirinya, pekerjaan dunia dan akhirat itu adalah satu paket. Ini adalah sinergi.
Mampukah kita membedakan teh dengan airnya? Mampukah kita membedakan matahari dengan cahayanya? Mampukah kita membedakan antara laut dengan ombaknya? Mampukah kita membedakan antara api dengan panasnya?
Tidak, kita takkan mampu untuk membedakannya.
Orang yang bertawakal, maka pada satu sisi dia pasrah seperti seonggok mayat, tetapi pada sisi lain dia juga akan menunjukkan sesuatu yang sangat aktif pada dirinya. Aktivitasnya itu ada tiga: dia berjihad, fisiknya bergerak, mengerjakan pekerjaan sosial tanpa mengenal lelah. Hal ini dilakukannya karena dia ikhlas. Ciri orang yang mutawakkilin adalah dia juga berijtihad, berpikir mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan umat.
Dalam suatu riwayat disebutkan:
Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dengan mengendarai unta. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah untaku aku biarkan saja?”
Dijawab oleh Rasulullah, “Jangan. Ikatkan dahulu unta itu, barulah bertawakal.”
Rasulullah mengajarkan kita, bahwa tawakkal bukanlah dengan cara melepaskan unta pada sembarangan tempat, kemudian menyerahkan kepada Tuhan untuk mengawasinya.
Terkadang orang bertasawuf hanya mengambil satu sisi saja. Terkadang ada yang terlalu rasional, dan terkadang juga ada yang terlalu mistis. Sesungguhnya kedua-duanya tidak bisa dipisahkan. Bagaimanakah dua wujud ini bisa menyatu?
Makna kehidupan ini seperti halnya Tuhan. Tuhan itu mempunyai dualitas. Satu sisi Dia Maha Keras, tapi di sisi lain Dia juga Al-Lathif (Maha Lembut, Maha Halus). Mengapa bisa seperti ini?
Kedua-duanya tidak perlu dipertentangkan, karena merupakan alat kelengkapan yang Allah anugerahkan ke dalam diri kita. []